Jaksa Agung Depan Prabowo Bongkar Pelaku Penyebab Banjir Sumatera

Jaksa Agung Depan Prabowo Bongkar Pelaku Penyebab Banjir Sumatera

Pasarnarasi.comBanjir bandang dan longsor yang melanda pulau Sumatera hingga awal Desember 2025 terus menjadi salah satu sorotan utama nasional dan internasional. Kejadian ini tidak hanya menyebabkan dampak kemanusiaan yang besar, tetapi juga memicu perhatian tajam dari aparat penegak hukum di tingkat pusat. Dalam sejumlah pertemuan dan paparan yang melibatkan Jaksa Agung, investigasi terhadap para pelaku yang diduga bertanggung jawab atas penyebab bencana menjadi fokus pembahasan termasuk dalam paparan yang disampaikan di hadapan Presiden Prabowo Subianto.

Bencana banjir dan longsor yang melanda tiga provinsi utama Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah menelan korban jiwa lebih dari 1.000 orang dan menyebabkan puluhan ribu warga mengungsi serta jutaan lainnya terdampak. Infrastruktur publik seperti rumah, bangunan, sekolah, fasilitas kesehatan, serta jalan rusak parah akibat arus deras dan tanah longsor.

Data resmi memperlihatkan dampak luas dari bencana ini. Rumah‑rumah hancur, ribuan fasilitas umum rusak, dan akses transportasi sempat terputus karena kontur tanah yang berubah drastis akibat banjir. Tiga provinsi itu sendiri mencatat ribuan warga mengungsi ke tempat pengungsian sementara karena rumah mereka tidak lagi layak huni.

Dalam pertemuan koordinasi lintas lembaga penegak hukum, Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH), yang berada di bawah arahan Jaksa Agung, memastikan telah melakukan langkah awal identifikasi terhadap perbuatan pidana yang diduga menjadi penyebab banjir dan longsor. Fokus utama investigasi adalah tindakan hukum terhadap subjek hukum yang berpotensi melakukan pelanggaran hukum lingkungan seperti perambahan hutan, pembalakan liar, maupun aktivitas tambang ilegal yang memperparah kondisi ekosistem daerah terdampak.

Ketua Tim Pelaksana Satgas PKH, yang juga merupakan pejabat senior di Kejaksaan Agung, mengungkapkan bahwa proses identifikasi dilakukan secara komprehensif untuk memastikan siapa saja yang bertanggung jawab secara hukum atas kerusakan lingkungan yang memicu intensitas bencana. Langkah ini diharapkan dapat menjadi bukti kuat dalam penegakan hukum sehingga pelaku yang merusak lingkungan dan menghilangkan keseimbangan ekosistem dapat diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Presiden Prabowo Subianto dalam berbagai kesempatan juga mengakui kompleksitas situasi yang muncul akibat bencana tersebut. Ia menegaskan bahwa pemerintah telah mengerahkan sumber daya nasional untuk merespons situasi darurat ini, termasuk pengiriman alat berat, bantuan logistik, serta upaya pemulihan infrastruktur. Prabowo bahkan menargetkan bahwa daerah terdampak dapat kembali ke keadaan normal dalam kurun waktu dua hingga tiga bulan, meskipun ia juga mengakui tantangan besar di lapangan.

Selain itu, pemerintah pusat memastikan dukungan anggaran darurat disetujui untuk memperkuat respons bencana di Sumatera. Kenaikan anggaran ini mencakup dukungan untuk TNI, Polri, dan lembaga terkait yang terlibat dalam operasi tanggap darurat.

Pengakuan pejabat tinggi pemerintahan seperti Sekretaris Kabinet juga menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan memperparah skala bencana banjir ini. Selain cuaca ekstrem yang digambarkan sebagai pemicu langsung, tindakan manusia seperti pembalakan hutan, alih fungsi lahan, serta eksploitasi sumber daya alam dinilai memperburuk potensi banjir di wilayah tersebut. Hal ini sejalan dengan sejumlah kajian ilmiah yang menyatakan bahwa kerusakan ekosistem secara signifikan memperbesar risiko bencana alam.

Selain itu, berbagai pihak dan pengamat lingkungan mengaitkan fenomena ini dengan krisis iklim global yang membuat pola cuaca menjadi lebih ekstrem dan sulit diprediksi sebuah faktor yang turut diperhitungkan dalam kajian penyebab bencana.

Tahap berikutnya dalam proses hukum adalah penyusunan bukti dan dokumen yang kuat untuk menjerat pihak atau korporasi yang terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum lingkungan. Kejaksaan Agung memastikan koordinasi aktif bersama Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, dan aparat penegak hukum lain untuk mempercepat proses pengumpulan fakta dan data yang diperlukan.

Langkah preventif seperti pengawasan kawasan hutan, peningkatan sistem deteksi dini bencana, serta penegakan hukum yang tegas terhadap praktik ilegal di wilayah rawan, dinilai esensial untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Pemerintah juga didorong untuk memperkuat regulasi terkait pengelolaan lingkungan hidup dan memastikan bahwa setiap aktivitas ekstraktif di wilayah kritis harus memenuhi standar lingkungan yang ketat.

Banjir besar di Sumatera bukan hanya menjadi tragedi kemanusiaan, tetapi juga alarm bagi semua pihak pemerintah, penegak hukum, hingga masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan serta penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku perusakan alam. Paparan Jaksa Agung di hadapan Presiden Prabowo dan langkah Satgas PKH menjadi bagian penting dari upaya menjawab siapa yang bertanggung jawab secara hukum, sekaligus bagian dari proses pembelajaran nasional dalam menghadapi bencana di masa depan. Dengan sinergi kuat antara respons darurat, investigasi hukum yang komprehensif, dan kebijakan lingkungan yang mendukung keberlanjutan, Indonesia diharapkan dapat lebih siap menghadapi tantangan alam yang semakin kompleks.