Airlangga Minta Kampus Memaksimalkan Potensi Akademik untuk SDM AI

Airlangga Minta Kampus Memaksimalkan Potensi Akademik untuk SDM AI

Pasar NarasiIndonesia sedang berada di titik krusial dalam peta persaingan teknologi global, dan kesuksesannya sangat bergantung pada satu faktor utama: ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul di bidang Kecerdasan Buatan (AI). Menyikapi kebutuhan mendesak ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, memberikan mandat tegas kepada seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Ia meminta institusi akademik untuk tidak hanya menjadi menara gading, tetapi menjadi engine room yang memaksimalkan seluruh potensi akademik untuk mencetak SDM AI kelas dunia.

Permintaan ini disampaikan dalam sebuah forum diskusi nasional mengenai strategi pembangunan ekonomi digital, yang menyoroti bahwa investasi teknologi infrastruktur harus diimbangi dengan investasi pada human capital. Tanpa talenta AI yang memadai, potensi ekonomi digital Indonesia yang diperkirakan mencapai $300 Miliar pada tahun 2030 akan sulit terealisasi sepenuhnya.

AI: Bukan Lagi Pilihan, Melainkan Keharusan

Airlangga Hartarto menekankan bahwa AI bukan lagi sekadar tren teknologi, melainkan fondasi bagi seluruh sektor ekonomi masa depan mulai dari manufaktur, kesehatan, keuangan, hingga agrikultur.

“Tantangan kita bukan hanya mengadopsi AI, tetapi memastikan kita yang memproduksi AI itu sendiri. Untuk mencapai status ekonomi maju, kita harus bertransformasi dari konsumen menjadi produsen teknologi,” ujar Menko Airlangga. “Dan kunci untuk memproduksi AI adalah SDM yang kompeten, yang lahir dari institusi pendidikan kita.”

Pemerintah menargetkan Indonesia harus mampu mencetak puluhan ribu data scientist dan AI engineer dalam lima tahun ke depan. Angka ini jauh melampaui kapasitas produksi universitas saat ini, yang kurikulumnya masih berfokus pada teknologi informasi yang lebih tradisional.

Tiga Pilar Permintaan Airlangga kepada Kampus

Menko Airlangga menjabarkan tiga pilar utama yang harus segera dioptimalkan oleh perguruan tinggi untuk merespons kebutuhan SDM AI ini:

1. Restrukturisasi Kurikulum dan Fokus Interdisipliner

Airlangga meminta kampus untuk segera merevisi dan memperbarui kurikulum, memastikan integrasi AI dan Machine Learning bukan hanya sebagai mata kuliah pilihan, tetapi sebagai kompetensi inti.

“AI adalah interdisipliner. Kampus tidak bisa lagi membatasi AI hanya di Fakultas Ilmu Komputer. Fakultas Hukum perlu mempelajari etika AI, Fakultas Kedokteran perlu AI-powered diagnosis, dan Fakultas Ekonomi perlu predictive analytics,” jelasnya. Potensi akademik harus dimaksimalkan dengan mencabut sekat-sekat antar fakultas, mendorong program studi ganda, dan menciptakan minor AI di berbagai disiplin ilmu.

2. Kemitraan Strategis dengan Industri Global dan Lokal

Kampus diinstruksikan untuk meninggalkan model pengajaran yang berbasis teori semata. Airlangga mendesak agar kemitraan dengan perusahaan teknologi (baik Big Tech global maupun startup lokal) ditingkatkan secara drastis.

Kemitraan ini harus diwujudkan dalam bentuk program magang wajib, proyek penelitian bersama yang didanai industri, dan pendirian AI Center of Excellence di dalam kampus. Hal ini bertujuan agar mahasiswa mendapatkan eksposur langsung terhadap masalah nyata (real-world problems) dan teknologi yang digunakan di lapangan. Output-nya adalah lulusan yang siap kerja dan relevan dengan tuntutan pasar.

3. Pemanfaatan Dosen dan Peneliti Unggulan

Airlangga juga menyoroti pentingnya peran dosen dan peneliti. Kampus harus menciptakan insentif yang kuat untuk mempertahankan dan menarik talenta akademik terbaik di bidang AI, termasuk memfasilitasi penelitian yang berdampak global.

Ia menyarankan agar peneliti diberikan kebebasan lebih untuk bekerja sama dengan pihak swasta dan pemerintah melalui skema spin-off perusahaan berbasis riset (technopreneurship) dan paten. Potensi akademik dosen yang mendalam harus menjadi basis bagi inovasi, bukan hanya pengajaran dasar.

Tantangan dan Respons Kampus

Permintaan Menko Airlangga ini disambut baik oleh sejumlah rektor, namun mereka juga menggarisbawahi tantangan besar yang dihadapi:

  • Infrastruktur Komputasi: Mengembangkan AI membutuhkan server berdaya komputasi tinggi (GPU), yang biayanya sangat mahal bagi banyak perguruan tinggi daerah.
  • Retensi Dosen: Dosen AI yang berkualitas seringkali direkrut oleh perusahaan swasta dengan gaji berkali lipat lebih tinggi, menyebabkan brain drain dari dunia akademik.

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) diharapkan segera mengeluarkan kebijakan pendukung, termasuk skema dana hibah spesifik untuk infrastruktur AI dan program insentif bagi dosen AI.

Langkah tegas dari Menko Airlangga Hartarto ini merupakan wake-up call bagi dunia pendidikan Indonesia. Jika kampus berhasil memaksimalkan seluruh potensi akademiknya untuk mencetak SDM AI yang dicari dunia, Indonesia tidak hanya akan siap menghadapi transformasi digital, tetapi juga akan memimpinnya di kawasan Asia Tenggara. Masa depan ekonomi digital Indonesia kini berada di tangan para pendidik dan talenta muda yang mereka cetak.