Gus Yahya, Syuriyah PBNU Tak Berwenang Berhentikan Ketum PBNU

Gus Yahya, Syuriyah PBNU Tak Berwenang Berhentikan Ketum PBNU

Pasar NarasiKetua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf, atau yang akrab dikenal sebagai Gus Yahya, kembali menegaskan bahwa Syuriyah PBNU tidak memiliki kewenangan untuk memberhentikan Ketua Umum PBNU. Pernyataan ini disampaikan sebagai respons atas berkembangnya isu internal yang sempat ramai di berbagai platform sosial media, menyangkut dinamika organisasi serta perbedaan pandangan di tubuh PBNU.

Klarifikasi tersebut menjadi penting mengingat posisi PBNU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, di mana setiap isu yang muncul dapat dengan cepat menyebar dan menimbulkan kebingungan publik. Gus Yahya menilai bahwa meluruskan informasi adalah langkah strategis untuk memastikan stabilitas organisasi tetap terjaga, terutama menjelang agenda-agenda besar yang akan dijalankan PBNU dalam beberapa bulan ke depan.

Sejumlah kabar yang beredar sebelumnya menyebut bahwa Syuriyah PBNU memiliki hak untuk mencopot Ketua Umum apabila dianggap tidak menjalankan keputusan organisasi dengan baik. Namun, menurut Gus Yahya, narasi tersebut berangkat dari kesalahpahaman terkait struktur PBNU, yang sering kali dipahami tidak secara utuh oleh publik.

Dalam struktur PBNU, terdapat dua unsur kepemimpinan utama yaitu Syuriyah dan Tanfidziyah. Syuriyah merupakan lembaga yang menangani hal-hal bersifat keagamaan dan memberikan arahan normatif, sementara Tanfidziyah bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program organisasi secara teknis. Ketua Umum PBNU sendiri berada dalam unsur Tanfidziyah.

Syuriyah tidak memiliki kewenangan administratif untuk memberhentikan Ketua Umum PBNU. Tugas Syuriyah adalah memberikan arahan dan bimbingan, bukan melakukan tindakan administratif terhadap posisi Tanfidziyah,” ujar Gus Yahya dalam keterangan terbarunya.

Dengan pernyataan tersebut, Gus Yahya ingin memastikan bahwa tidak ada pihak yang memelintir struktur organisasi demi kepentingan tertentu atau memunculkan opini tak berdasar di kalangan warga Nahdliyin.

Lebih lanjut, Gus Yahya juga menguraikan bahwa mekanisme pemberhentian Ketua Umum PBNU memiliki aturan yang jelas dan tidak dapat dilakukan secara sepihak oleh lembaga manapun. Pemberhentian Ketua Umum hanya dapat dilakukan melalui Muktamar, forum tertinggi PBNU yang melibatkan seluruh perwakilan dari cabang-cabang dan wilayah.

“Mekanisme internal tidak boleh dilompati. Semua ada aturan mainnya dan harus melalui Muktamar bila terkait pergantian Ketua Umum,” jelasnya.

Aturan tersebut dibuat agar PBNU tetap berjalan dengan prinsip kolektif-kolegial, menjaga demokrasi internal, serta menghindari potensi penyalahgunaan wewenang. Gus Yahya menyebut bahwa PBNU telah memiliki sistem yang matang selama puluhan tahun, sehingga tidak mudah goyah hanya karena isu yang berkembang di luar konteks.

Pernyataan Gus Yahya mendapat respons beragam dari kalangan NU. Banyak tokoh menyambut baik sikap terbuka dan tegas dari sang Ketua Umum, karena dinilai dapat meredam kegaduhan. Beberapa kiai daerah bahkan menyatakan bahwa penjelasan tersebut penting untuk kembali menyatukan pemahaman warga Nahdliyin terkait tata kelola organisasi.

“Penjelasan Gus Yahya sangat tepat. Banyak warga NU yang belum paham detail struktur, sehingga mudah terpengaruh kabar simpang siur,” ujar seorang pengasuh pesantren di Jawa Tengah yang ikut menanggapi isu tersebut.

Di sisi lain, sejumlah analis politik menilai dinamika ini adalah hal wajar dalam tubuh organisasi sebesar PBNU. Perbedaan pandangan dianggap sebagai konsekuensi dari organisasi besar yang memiliki jutaan anggota dan memiliki pengaruh besar dalam sosial politik Indonesia.

Dalam kesempatan lain, Gus Yahya menegaskan bahwa dirinya akan tetap fokus menjalankan program kerja PBNU tanpa terpengaruh oleh isu-isu yang mencoba menggiring opini publik. Ia juga menekankan pentingnya sinergi antara Syuriyah dan Tanfidziyah dalam menjalankan roda organisasi.

PBNU menurutnya bukan hanya organisasi, tetapi juga rumah besar umat yang harus dijaga kehormatannya. Karena itu, setiap langkah dan keputusan harus berdasarkan musyawarah, pengurus yang sah, serta mekanisme organisasi yang telah disepakati turun-temurun.

“Kita harus mengedepankan sikap dewasa dan tetap menjaga marwah PBNU. Jangan sampai organisasi ini ditarik-tarik oleh narasi yang tidak berdasar,” tegasnya.

Sementara itu, PBNU juga tengah mempersiapkan sejumlah agenda strategis nasional dan internasional. Dari penguatan kaderisasi, program ekonomi umat, modernisasi digital organisasi, hingga persiapan kegiatan keagamaan skala besar yang menjadi ciri khas NU setiap tahunnya.

Dengan adanya klarifikasi ini, pengurus pusat berharap dinamika internal tidak mengganggu fokus program kerja yang sudah direncanakan. Para pengurus di daerah pun kini diminta untuk menjadikan penjelasan Gus Yahya sebagai referensi dalam memberikan pemahaman kepada warga di akar rumput.

Kisruh isu pemberhentian Ketua Umum PBNU akhirnya dijernihkan melalui penjelasan tegas dari Gus Yahya. Dengan menegaskan bahwa Syuriyah tidak berwenang melakukan pemberhentian administratif terhadap Ketum PBNU, ia berharap seluruh pihak kembali memahami struktur dan tata kelola organisasi dengan benar.

Pernyataan ini dinilai sebagai angin segar bagi warga Nahdliyin, sekaligus menjadi penanda bahwa PBNU tetap berjalan pada rel organisasi yang sehat, transparan, dan mengutamakan musyawarah. Dengan dinamika yang kerap muncul, Gus Yahya menegaskan PBNU akan terus menjaga stabilitas organisasi demi kepentingan umat dan bangsa.