Pasarnarasi.com – PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) terus menunjukkan komitmennya dalam memperkuat sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) nasional melalui penerapan teknologi Chemical Enhanced Oil Recovery (CEOR) di lapangan tua. Inovasi ini dipandang sebagai terobosan strategis untuk meningkatkan produksi minyak dari sumur-sumur yang sudah matang dan sulit diekstraksi dengan metode konvensional, sambil menjaga efisiensi operasi dan hasil yang lebih optimal.
Lapangan Minas, yang berada di Wilayah Kerja Rokan, Provinsi Riau, menjadi fokus utama implementasi teknologi CEOR. Lapangan yang telah berproduksi sejak 1952 ini menyimpan cadangan minyak yang signifikan, namun sebagian besar minyak yang tersisa sulit diproduksi melalui teknik tradisional seperti injeksi air biasa. Dengan menggunakan CEOR, PHR berharap bisa memaksimalkan perolehan minyak yang selama ini tertinggal di reservoir.
CEOR merupakan bagian dari metode Enhanced Oil Recovery (EOR) tingkat lanjut yang memanfaatkan kombinasi bahan kimia dalam injeksi reservoir. PHR menggunakan formulasi ASP (Alkali–Surfactant–Polymer) di mana alkali membantu mengurangi penyerapan oleh batuan reservoir, surfaktan menurunkan tegangan antar muka antara minyak dan air, dan polimer membantu mendorong minyak yang terlepas agar mengalir menuju sumur produksi. Pendekatan ini diyakini mampu meningkatkan persentase perolehan minyak secara signifikan dibandingkan metode primari atau sekundari.
Menurut Vice President Secondary & Enhanced Oil Recovery PHR Regional 1, Syaiful Ma’arif, keberhasilan CEOR di Lapangan Minas akan menjadi bukti nyata bahwa inovasi teknologi mampu memperpanjang usia produksi lapangan tua sekaligus memberikan kontribusi besar terhadap produksi migas nasional.
“Sukses CEOR di Lapangan Minas akan membuktikan bahwa teknologi mampu memperpanjang usia produksi lapangan tua sebagai kontribusi terhadap produksi migas nasional,” ujarnya dalam rilis media terbaru.
PHR telah menjadwalkan injeks i perdana ASP skala komersial pada 23 Desember 2025, sebagai langkah awal dalam fase operasional teknologi ini. Peningkatan produksi diperkirakan mulai terlihat pada pertengahan tahun 2026, dengan target tambahan produksi minyak mencapai sekitar 2.800 barel per hari pada puncaknya. Angka ini dipandang signifikan dalam konteks intensifikasi produksi migas di lapangan yang sudah matang.
Tidak hanya berperan pada peningkatan produksi, penggunaan CEOR juga dinilai sebagai strategi yang lebih efisien karena dapat memaksimalkan pemanfaatan infrastruktur yang sudah tersedia di lapangan. Hal ini berarti pengeluaran modal tambahan untuk fasilitas baru dapat diminimalkan, sementara potensi cadangan yang belum terproduksi bisa dioptimalkan secara efektif.
Lebih jauh lagi, keberhasilan CEOR di Minas diyakini akan membuka peluang penerapan teknologi serupa di lapangan-lapangan tua lain di Indonesia, termasuk di wilayah kerja lain yang memiliki sumur-sumur mature dengan cadangan minyak yang masih potensial. Dengan demikian, pendekatan CEOR bukan hanya memberi dampak lokal pada lapangan tertentu, tetapi juga bisa menjadi bagian dari strategi nasional dalam menjaga ketahanan energi jangka panjang.
Langkah PHR ini juga sejalan dengan target pemerintah untuk mendorong produksi nasional hingga 1 juta barel per hari pada 2030, sebuah angka ambisius yang membutuhkan kontribusi dari semua pihak di sektor energi, terutama dalam mengoptimalkan aset-aset migas yang sudah lama beroperasi. Teknologi CEOR berada di garis depan upaya tersebut sebagai alat strategis untuk menarik kembali potensi produksi dari lapangan yang hampir mencapai fase akhir produksi konvensionalnya.
Selain aspek teknis, implementasi CEOR juga menunjukkan nilai keberlanjutan dan kemandirian teknologi lokal karena PHR memainkan peran aktif dalam pengembangan surfaktan dan formulasi kimia di laboratorium internalnya, bekerja sama dengan mitra seperti PT Pertamina Lubricants. Pendekatan ini tidak hanya mengurangi ketergantungan pada impor teknologi, tetapi juga mencerminkan peningkatan kapasitas inovasi dalam negeri.
Namun, meski membawa optimisme besar, tantangan teknis dan operasional tetap ada. Pengelolaan bahan kimia dalam reservoir, pemantauan respons sumur, serta integrasi proses injeksi dengan peralatan lapangan memerlukan keahlian tinggi serta koordinasi lintas disiplin. PHR dan mitra teknisnya terus mempersiapkan tim dan sumber daya untuk memastikan keberhasilan fase awal CEOR ini.
Secara keseluruhan, penerapan teknologi CEOR oleh PHR menandai babak baru dalam optimalisasi lapangan tua di Indonesia. Dengan strategi inovatif ini, diharapkan produksi minyak nasional tidak hanya meningkat, tetapi juga dilaksanakan secara efisien dan berkelanjutan, memperkuat ketahanan energi dan memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian nasional.